TUGAS BAHASA INDONESIA
MENGANALISIS & MENULIS SINOPSIS
NOVEL
JUDUL: 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA
OLEH
FARIDATUZ ZAIN / VIII-C / 17
SMPN 10 SURABAYA
JL. KUPANG PANJAAN V/2
2014
A. Sinopsis
(Rangkuman)
Di Paris Hanum dan Rangga menemui
Marion Latimer di Saint Michel. Setelah bertemu, Hanum merasa heran karena
jarang melihat orang asli Eropa yang memakai jilbab seperti Marion, yang selama
ini hanya dikenal lewat e-mail selama kurang dari sebulan. Kemudian Marion
mengajak Hanum dan Ranga menuju mobilnya untuk di antar ke hotel.
Keesokan harinya Marion menjemput
Hanum untuk jalan-jalan, karena Rangga harus menghadiri konferensi seharian.
Dari beberapa tempat yang di ajukan Marion, Hanum lebih memilih untuk
mengunjungi Museum Louvre. Ternyata di sana penuh misteri. Seperti tulisan
Kufic pada piring kuno yang berarti “Ilmu pengetahuan itu pahit di awalnya,
tetapi manis melebihi madu pada akhirnya”. Dan tulisan Kufic artistik di pusat
lingkaran sebuah piring putih tulang, yang berarti “Janganlah menelantarkan harapan,
perjuangan masih panjang”. Piring itu adalah hadiah untuk seorang dari Khurasan
Iran tahun 1100. Serta tulisan Pseudo-Kufic di hijab Bunda Maria yang
bertuliskan “Laa Illa ha Illallah”. Yang sebenarnya tulisan tersebut masih
enjadi topik controversial.
Jarum pendek sudah menunjuk ke angka 3. Marion mengajak Hanum
untuk makan siang di Voici la place, serta shalat Zuhur di Le Grande Mosquee de
Paris. Mereka naik kereta bawah tanah. Tiba-tiba ini semua mengingatkan Hanum
pada pengalaman menaiki bus Trans Jakarta menuju stasiun kota beberapa hari
lalu untuk membeli baju hangat di Mangga Dua. Untuk mengurangi kemecetan
Jakarta, ia menggunakan bus Trans Jakarta. Tapi sia-sia, niatnya untuk
mengurangi kemacetan Jakarta kandas dengan sukses. Segera ia turun dari bus,
lalu meneruskan perjalanan dengan ojek. Sialnya, baju hangat yang ia buru, tak
berhasil di dapat karena tokonya terlanjur tutup 10 menit sebelum Hanum datang.
Waktupun berlalu, akhirnya mereka
sampai di Voici la place. Hanum segera shalat dan Marion karena sedang tidak
shalat, ia menunggu di kafe ujung jalan. Meski bahwa hari itu sedikit terik,
tak di lihatnya para turis perempuan yang berbaju minim atau seksi. Marion menjelaskan
bahwa masjid ini di bangun untuk mengenang ratusan ribu tentara muslim yang
gugur membela Prancis saat perang dunia pertama. Dan fakta yang terbantahkan
adalah bahwa masjid ini pernah menyelamatkan ratusan orang Yahudi.
Saat makan malam, tiba-tiba Rangga
menghubungi Hanum dan mengatakan bahwa ia ingin ikut jalan-jalan selesai
konferensi nanti. 30 menit lagi mereka bertemu di depan pintu Gereja Notre
Dame. Setelah bertemu Hanum menjelaskan pada Rangga bahwa Paris tak sekedar
Eiffel dan Louvre. Ada misteri peradaban Islam yang membuat Paris semaju ini.
Tak lama kemudian Marion berpamitan
kepada Hanum dan Rangga. Marion memeluk Hanum erat-erat, lalu menghilang cepat di
antara turis-turis dan gelapnya malam.
Mereka memiliki kebiasaan membawa
bekal makan siang dari rumah, karena mencari menu yang tak bercampur babi di
kantin kampus bukanlah perkara mudah, kalaupun ada pilihannya Cuma vegetarian,
itupun harganya mahal.
Al hasil masakan khas Indonesia seperti
rendang, opor, hingga gulai kari kerap menjadi hidangan siang mereka. Sebelum
di makan biasanya di panasi dalam microwave. Tetapi suatu saat, terdapat kertas
yang di temple di badan microwave dan kulkas kantor. Betapa terkejutnya Rangga
karena kertas itu bertuliskan “Please no more curry or masala in the microwave
and cooler!” sebuah peringatan yang sudah pasti hanya di tujukan untuk Rangga
dan Khan, muslim kolega Rangga dari India. Dan Rangga langsung berfikir bahwa
ini semua pasti ulah Maarja. Tapi, Rangga memutuskan unuk mengalah, dan tak
menggunakan microwave untuk menghangatkan bekal makan siang lagi.
Di Schatzkammer, mereka terpana melihat
pemandangan di depan mata, benda-benda pustaka bersepuh emas dan berlian
lengsung menyambut kedatangan kami di pintu masuk Schatzkammer Museum. Satu jam
mereka mengitari pelosok-pelosok ruang Schatzkammer, kebosananpun melanda.
Pada paaagi hari, Hanum mendapatkan
telepon dari ayahnya yaitu Amien Rais, ia bertanya pada Hanum tentang hikmah
yang Hanum ambil dari kehidupannya, sudah berapa Negara yang ia kunjungi, tapi
Hanum hanya menjawab pertanyaan itu dengan asal karena di Eropa masih pagi-pagi
buta. Tiba-tiba ayahnya berpesan, “Kalau ada waktu, wakililah bapakmu
menyaksikan Corboda dan Granada, bapak belum pernah kesana.” Lalu beliau segera
menutup telepon.
Tiba-tiba Hanum merasa bersalah pada
ayahnya karena telah merasa terganggu pada telepon pagi-pagi buta itu. Selepas
shalat Subuh berjamaah dengan Rangga, Hanum membuka komputer tebletnya. Berburu
tiket paling murah pada Juni 2010, saat liburan musim panas di kampus Rangga.
B. Analisis
Unsur Intrinsik
1. Tema
Pengalaman
menapk jejak Islam di Eropa.
2. Tokoh
Ø Tokoh utama: Hanum Salsabiela, Rangga Almahendra.
Ø Tokoh tambahan: Marion Latimer, Maarja, Stevan, Amien
Rais.
Ø Protagonis: Hanum, Rangga.
Ø Antagonis: Maarja, Stevan.
Ø Tritagonis: Marion, Amien Rais.
3.
Perwatakan
Tidak
langsung
· Dialog tokoh:
Marion: ramah, baik hati (“jangan khawatir Hanum, aku akan mengajakmu
jalan-jalan mengenal sisi lain dari kota Paris, yang pasti akan membuatnya
jatuh cinta dengan agamamu”)
Maarja: tidak menghargai orang lain (dengan menempel tulisan “Pease no
more or masala in microwave and cooler!” yang ditujukan untuk Rangga dan Khan).
· Cara berpakaian:
Marion : berhijab.
Para turis: tidak ada yang berpakaian minim / seksi.
· Cara berbicara:
Marion: ramah (“tu dois etre Hanum et tu dois etre Rangga,” kata Marion
sambil menjulurkan tangannya pada Hanum dan Rangga engan sangat akrab, seperti
telah lama berkenalan).
Rangga : sopan, bijaksana (“Kalau Tuhan ternyata tidak ada…nothing to
lose, toh aku tidak kehilangan apapun di dunia ini. Setidaknya aku bahagia ada
‘perasaan’ yang membuatku menjalani hidup dengan baik, tenang, damai, tanpa
was-was. Itu saja…”)
Stevan : asal bicara (“Agamamu kurang realistis. Kenapa agamamu menyiksa
umatnya dengan berbagai macam kewajiban?”).
· Tingkah laku:
Maarja: tidak menghargai orang lain (dengan menempel tulisan “Pease no
more or masala in microwave and cooler!” yang ditujukan untuk Rangga dan Khan).
Rangga: bijaksana, karena dia lebih memilih untuk mengalah daripada
memperkeruh suasana.
Marion: ramah, baik hati, karena dia mengajak Hanum jalan-jalan mengenal
sisi lain dari kota Paris, yang pasti akan membuatnya jatuh cinta dengan
agamanya.
· Lingkungan sekeliling:
Ramai.
· Cara menyelesaikan masalah:
Rangga: menyelesaikan masalah dengan sabar.
4. Latar
§ Waktu: pagi, siang, sore, malam, Juni 2010, libur musim
panas.
§ Tempat: Paris, Museum Louvre, Voici la plate,
Le Grade Mosquee de Paris, Gereja Notre Dame, Kampus, Kantor.
§ Suasana: Ramai.
5. Alur
Maju mundur.
6. Tahapan
Alur
v Pengenalan:
Di Eropa selama 3 tahun menjadi arena menjelajah Eropa dan segala isinya.
Untuk pertama kalinya, Hanum merasakan hidup di Negara tempat Islam menjadi minoritas
. Pengalaman yang makin memperkaya dimensi spiritual untuk lebih mengenal Islam
dengan cara yang berbeda.
v Konflik:
Tentang adanya Tuhan.
v Klimaks:
Saat Rangga berpuasa, Stevan tidak percaya ada manusia yang mampu
bertahan tanpa makan dan minum selama 15 jam setiap hari selama 30 hari, dan ia
pun mengatakan. “Agamamu kurang realistis. Kenapa agamamu menyiksa umatnya
dengan segala macam kewajiban? Kalau memang Tuhan itu ada, kalau memang Tuhan
itu pemurah, kenapa dia menganiaya kalian semua dengan kesulitan itu? Kau harus
sembahyang 5 kali sehari. Kau harus berpuasa sebulan setahun. Kau harus pergi
haji, berpanas-panasan dan berdesak-desakan seperti yang kulihat di TV. Kenapa
harus begitu? Dan kenapa kau harus mau? Itu tidak logis!”.
v Anti klimaks:
Jika Rangga mengakui pangandaian Stevan, itu berarti dia telah
mengingkari ikrar pertamanya sebelum lahir di bumi ini, ketika malaikat
membisikan untuk bersyahadat di dalam rahim ibunya. Sebuah kontrak suci untuk
percaya pada Tuhan, hanya satu Allah. Dan kini ikrar suci itu ditantang oleh
sosok pemuda yang tengah duduk dengan 2 botol bir di depannya. Manusia yang
lebih mempercayai kontrak dengan perusahaan asuransi dibandingkan kontrak suci
antara manusia dengan pencipta-Nya.
v Peleraian & penyelesaian:
Susah memang berbicara tantang Tuhan pada orang yang sejak lahir tak
pernah mengenal agama, batin Rangga. Lalu Rangga pun mengatakan “Kalau Tuhan
ternyata tidak ada…nothing to lose, toh aku tidak kehilangan apapun di dunia
ini. Setidaknya aku bahagia ada ‘perasaan’ yang membuatku menjalani hidup
dengan baik, tenang, damai, tanpa was-was. Aku tak ingin menyesal pada hari
tuaku, bahwa hidupku hanya kuhabiskan dengan kesia-siaan. Itu saja…”. 6 bulan
setelah Stevan lulus menjadi Ph.D., dia mengirimkan surat elektronik pendek
kepada Rangga. Rangga, my friend. I think
I now believe in God. That’s it. But not interested into a religion. Maybe one
day…
7. Amanat
ü Ilmu pengetahuan itu pahit di
awalnya, tetapi manis melebihi madu pada akhirnya.
ü Janganlah menelantarkan ilmu,
perjuangan masih panjang.
Nice info...sangat berguna...^_^
BalasHapusThanks, for your article
BalasHapusterima kasih, izin copas untuk tugas sekolah
BalasHapus